dailydelawarenews.com – Mahkamah Konstitusi Thailand menangguhkan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra setelah menerima petisi dari 36 senator. Mereka menuduh Paetongtarn melanggar etika dan menyembunyikan informasi penting dari publik.
Masalah ini muncul setelah bocoran rekaman telepon antara Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. Dalam percakapan itu, Paetongtarn terdengar mengkritik komandan militer Thailand terkait sengketa perbatasan. Ia juga tampak menyenangkan pihak Kamboja. Kritik publik pun langsung mengalir. Akibatnya, Partai Bhumjaithai menarik diri dari koalisi pemerintah.
Pemerintah Melemah, Ekonomi Ikut Tertekan
Koalisi Pheu Thai sekarang hanya punya sedikit dukungan di parlemen. Pemerintahan mereka tetap berdiri, tetapi dalam posisi sangat rapuh. Pengamat menilai, krisis ini bisa menjatuhkan kabinet dalam waktu dekat. Sreeparna Banerjee dari Observer Research Foundation menilai, Paetongtarn tidak akan memimpin dengan kuat jika kembali ke posisinya.
Di saat yang sama, ekonomi Thailand sedang melambat. Jumlah wisatawan turun 12 persen di semester pertama 2025. Turis asal Tiongkok bahkan berkurang 34 persen. Target 39 juta wisatawan diprediksi tak akan tercapai.
Bayang-Bayang Tarif dari Amerika Serikat
Thailand sedang bernegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat. Jika tidak ada kesepakatan sebelum 9 Juli, tarif impor sebesar 36 persen akan diberlakukan. Tanpa pemimpin yang kuat, posisi Thailand dalam negosiasi jadi lemah. Implementasi kebijakan ekonomi juga bisa terganggu.
Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Thailand dari 2,9% menjadi 1,8% untuk tahun 2025. Prediksi tahun 2026 juga ikut turun, dari 2,7% ke 1,7%. Sementara itu, Thailand hanya tumbuh 2,5% di tahun 2024.
Paul Gambles dari MBMG Group menyebut bahwa permasalahan internal lebih serius daripada ancaman tarif. Ia menyoroti banyaknya masalah struktural yang belum diselesaikan.
Politik Tidak Bergerak, Rakyat Semakin Bingung
Joshua Kurlantzick dari Council on Foreign Relations menilai militer berupaya menghapus pengaruh keluarga Shinawatra dari dunia politik. Sebelumnya, Thaksin dan Yingluck Shinawatra juga dipaksa mundur dalam kondisi serupa.
Pemilu tahun 2023 sempat membawa harapan melalui kemenangan Partai Move Forward. Namun, militer menolak agenda reformasi hukum yang diusung partai tersebut. Setahun kemudian, pengadilan membubarkan partai itu. Kini, Partai Rakyat muncul sebagai oposisi utama.
Banyak pihak melihat pola lama masih terus berulang. Kekuasaan tetap berada di tangan elite lama. Meskipun terjadi pergantian kabinet atau perdana menteri, arah kebijakan tidak banyak berubah.
Masa Depan Masih Gelap
Thailand belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan politik atau ekonomi. Investor mulai kehilangan kepercayaan. Indeks SET anjlok 20% sejak awal tahun. Ini mencerminkan pesimisme pasar terhadap situasi dalam negeri.
Warga Thailand kini menanti kejelasan. Mereka ingin tahu siapa yang akan memimpin dan bagaimana nasib ekonomi negara. Namun, dengan krisis yang terus berulang, masa depan Thailand masih terlihat gelap.